Di Kota Lama



Di kota lama, terdengar jeritan. Di tempat yang sama, aku masih saja terdiam. "Februari bajingan!" kataku. Buat apa menghabiskan 13.000 hanya untuk beli bunga? Bisa dimakan juga tidak.

Sayangnya, budaya memberikan itu kan memang perihal suka tak suka. Bisa juga hanya untuk cari perhatian. Saat itu, aku suka. Jadi, aku belikan. Intinya, Februari kemarin terlalu berdosa. Kali pertama seorang Diandra mau membelikan uangnya untuk hal tidak berguna. Bukankah ini pertanda kalau aku beranjak dewasa? Hahaha. 

Puji syukur OSIS. Separah apapun namaku disamarkan, target tertuju telanjur tahu kalau aku pengirimnya. Aku tak peduli sih, toh memang sudah tidak ada rasa. Aku iseng saja mengingatkan dia betapa anehnya kondisi kita setelah pertemuan itu dibatalkan. Seharusnya, kau bersyukur kisah kita telah kutulis hingga dimuat (ya, cerpen tentangmu dimuat di salah satu buku antologi) atau kau justru menyesal pernah main-main dengan penulis lepas yang bisa kapan saja menjadikanmu inspirasi dalam karyanya?

Rumit, tetapi tidak mustahil untuk diselesaikan. Sebetulnya, semua seharusnya sudah selesai saat aku mengajakmu bertemu mencari solusinya. Sayangnya, kau terlalu sibuk untuk sekadar menunjukkan kalau kau betul-betul mengakui kesalahan yang kau perbuat. Kau pikir dengan ucapan maaf melalui pesan singkat sudah cukup? Cih, terkadang email penting saja sering kuabaikan.

"On n'aime que ce qu'on ne possède pas tout entier." -Marcel Proust

We love only what we do not wholly possess. Too bad, ternyata benar kalau sastrawan itu peka. Mungkin saat Marcel Proust, novelis Prancis yang terkenal di eranya itu, menulis ini, ia sadar betul bagaimana orang-orang bermasalah dengan hal ini. Kalau Proust kapitalis, dia kan bisa dapat honor lebih dengan menulis sesuatu yang relatable. Berbeda jika ia melankolis, bisa jadi hal ini terjadi pada dirinya sendiri. Proust, apapun alasannya, aku tulis kutipan itu di kartu ucapan bunga yang kukirim. Tulisanmu terlalu indah hanya untuk diketahui para pembaca resume Goodreads. 

"Ini bahasa Prancis. Tidak salah lagi pasti darimu," katanya.

Oh, aku memang tidak bermaksud menyembunyikannya. Aku benci sensasi. Tidak perlu kamu tanya teman-temanmu siapa yang memberikan atau bersorak-sorai karena merasa dipedulikan. Semua sudah jelas. Kamu tahu aku mempelajari bahasa itu. Supaya kamu langsung tahu, kuambil saja kutipan itu. Bingung mengapa kukirimkan bunga? Mungkin kau harus banyak belajar bagaimana cara membalas keburukan dengan kebaikan. 

Catatan: Yang kukirimkan itu bunga lili putih. Lili putih adalah simbol kematian!

Jangan salah, kematian itu tidak selalu buruk. Bahkan, beberapa orang menanti-nantikannya. Menunggu kematian itu menyedihkan? Ah, tidak juga, tergantung dilihat dari sisi mana. Emily Dickinson di filmnya Dickinson juga pernah diberikan lili putih oleh seorang gentleman
"It's the symbol of death!" kata Emily.

"..."

"I love death!" katanya.
Aku hanya mau berkata, I do too, Emily. I do love death. Suffice it to say, he's the one that got away. Mungkin di kehidupan selanjutnya, takdir berpihak kepada kita. Untuk mencapai itu, kita perlu mati dahulu. Mati di kota lama, kemudian hidup kembali di tempat yang sama.

Lupakan saja, kota lama hanyalah imajinasi semata. Apa yang diasumsikan lama bagi kita, bisa saja baru bagi mereka. Kota lama bisa mati ditelan kenangan. Akan tetapi, pikiran dapat terus merekonstruksi rasa kehilangan. Jage deinen Traum weiter, es sei denn, dein Traum bin ich.

Komentar

  1. Tulisanmu terlalu indah hanya untuk dilihat pembaca resume di Goodreads? Ngakak dong gua

    BalasHapus
    Balasan
    1. AHAHAHAHA, apakah cuma gua yang suka bacain komen Goodreads tanpa berniat beli buku aslinya?

      Hapus
  2. Singkat, tetapi cukup menggambarkan gentingnya hari itu. Move on, Di. I guess? You deserve better.

    BalasHapus
    Balasan
    1. AHAHAHA, I MOVED ON KOK. I know who you are!

      Hapus
  3. The most beautifully written article. Short, but you know, the way you code switch from Indonesian to English, French, and German is just something.
    -alumni Dogol School of Jakarta (HAHA)

    BalasHapus
    Balasan
    1. It's such an honor you read my blog! Berasa orang penting HAHAHA

      Hapus
  4. Wow it's an amazing writing. Just move on and I think you deserve better, dra! This world is filled with lot of amazing men out there.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer